A. TAHAP - TAHAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan yang rasional merupakan proses yang komplek. Delapan step rational decision making proses:
1. Mengenal Permasalahan
2. Definisikan Tujuan
3. Kumpulkan Data yang Relevan
4. Identifikasi alternative yang memungkinkan (feasible)
5. Seleksi kriteria untuk pertimbangan alternatif terbaik
6. Modelkan hubungan antara kriteria, data dan alternatif
7. Prediksi hasil dari semua alternatif
8. Pilih alternatif terbaik
Dalam proses pengambilan keputusan, kita tidak dapat dengan mudah melakukan prediksi akan dampak ke depannya. Oleh karena itu, dalam menentukan keputusan kita pun harus memperhatikan prinsip-prinsipnya, antara lain:
* Gunakan suatu ukuran yang umum (misal, nilai waktu uang, nyatakan segala sesuatu dalam bentuk moneter ($ atau Rp)
* Perhitungkan hanya perbedaannya:
- Sederhanakan alternatif yang dievaluasi dengan mengesampingkan biaya-biaya umum
- Sunk cost (biaya yang telah lewat) dapat diabaikan
* Evaluasi keputusan yang dapat dipisah secara terpisah (misal keputusan finansial dan investasi)
* Ambil sudut pandang sistem (sektor swasta atau sektor publik)
* Gunakan perencanaan ke depan yang umum (bandingkan alternatif dengan bingkai waktu yang sama)
wikipedia.com
dan mbah google.com
B. KONSEP DASAR EKONOMI TEKNIK
Present
P (present) adalah nilai proyek (pada saat sekarang) yaitu pembayaran yang hanya berlangsung sekali pada tahun ke-0
Future
F (future) adalah pembayaran pada saat periode yang akan datang yaitu pembayaran yang hanya berlangsung sekali pada tahun ke-n (sembarang).
Annual
A (annual) adalah pembayaran seri (tabungan) yaitu pembayaran yang terjadi berkali-kali tiap tahun dalam jumlah yang sama besar dilakukan dari tahun pertama hingga tahun ke-n sebesar A.
Gradien naik
Gradien naik adalah pembayaran yang terjadi berkali-kali tiap tahun serta terjadi kenaikan yang sama secara seragam.
Gradien turun
Gradien turun adalah pembayaran yang terjadi berkali-kali tiap tahun disertai dengan kenaikan yang menurun secara seragam.
C. Bunga
Bunga bank dapat diartikan sebagai batas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan ) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
Faktor-faktor utama yang memengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut :
- kebutuhan dana
- persaingan
- kebijakan pemerintah
- target laba yang diinginkan
- jangka waktu
- kualitas jaminan
- reputasi perusahaan
- produk yang kompetitif
- hubungan baik
- jaminan pihak ketiga
Secara umum ada 2 metode dalam perhitungan bunga yaitu efektif dan flat. Namun dalam praktek sehari-hari ada modifikasi dari metode efektif yang disebut dengan metode anuitas.
1. Metode Efektif
Metode ini menghitung bunga yang harus dibayar setiap bulan sesuai dengan saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya. Rumus perhitungan bunga adalah :
Bunga = SP x i x (30/360)
SP = saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya
i = suku bunga per tahun
30 = jumlah hari dalam 1 bulan
360 = jumlah hari dalam 1 tahun.
Misalnya, Anda mengajukan kredit dengan jangka waktu 24 bulan sebesar Rp 24.000.000,00 dengan bunga 10% per tahun. Anda berniat melakukan pembayaran pokok pinjaman Rp 1.000.000,00 per bulan sampai lunas. Asumsi bahwa suku bunga kredit tidak berubah (tetap) selama jangka waktu kredit.
Bunga efektif bulan 1 = Rp 24.000.000,00 x 10% x (30 hari/360 hari)
= Rp 200.000,00
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah
Rp 1.000.000,00 + 200.000,00 = Rp 1.200.000,00
Bunga efektif bulan 2 = Rp 23.000.000,00 x 10% x (30 hari/360 hari)
= Rp 191.666,67
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 2 adalah
Rp 1.000.000,00 + 191.666,67 = Rp 1.191.666,67
Angsuran bulan kedua lebih kecil dari angsuran bulan pertama. Demikian pula untuk bulan-bulan selanjutnya, besar angsuran akan semakin menurun dari waktu ke waktu.
1. Metode Anuitas
Merupakan modifikasi dari metode efektif. Metode ini mengatur jumlah angsuran pokok dan bunga yang dibayar agar sama setiap bulan. Rumus perhitungan bunga sama dengan metode efektif yaitu :
Bunga = SP x i x (30/360)
SP = saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya
i = suku bunga per tahun
30 = jumlah hari dalam 1 bulan
360 = jumlah hari dalam 1 tahun.
Biasanya Bank memiliki aplikasi software yang secara otomatis menghitung bunga anuitas. Dalam kasus di atas, tabel perhitungan akan muncul sebagai berikut :
Bulan Saldo Bunga Anuitas Angsuran Pokok Angsuran Total
0 24.000.000 0 0 0
1 23.092.522 200.000 901.478 1.107.478
2 22.177.481 192.438 915.040 1.107.478
Bunga anuitas bulan 1 = Rp 24.000.000,00 x 10% x (30 hari/360 hari)
= Rp 200.000,00
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah
Rp 907.478,00 + 200.000,00 = Rp 1.107.478,00
Bunga anuitas bulan 2 = Rp 23.092.522,00 x 10% x (30 hari/360 hari)
= Rp 192.438,00
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah
Rp 915.040,00 + 192.438,00 = Rp 1.107.478,00
Terlihat bahwa angsuran bulan kedua sama dengan angsuran bulan pertama dan seterusnya dimana besarnya angsuran akan tetap sama sampai dengan selesainya jangka waktu kredit.
1. Metode Flat
Dalam metode ini, perhitungan bunga selalu menghasilkan nilai bunga yang sama setiap bulan, karena bunga dihitung dari prosentasi bunga dikalikan pokok pinjaman awal. Rumus perhitungannya adalah :
Bunga per bulan = (P x i x t) : jb
P = pokok pinjaman awal
i = suku bunga per tahun
t = jumlah tahun jangka waktu kredit
jb = jumlah bulan dalam jangka waktu kredit.
Karena bunga dihitung dari pokok awal pinjaman, maka biasanya suku bunga flat lebih kecil dari suku bunga efektif. Dalam contoh kasus di atas misalkan bunga flat sebesar 5,3739 % per tahun.
Bunga flat tiap bulan selalu sama = (Rp 24.000.000,00 x 5,3739% x 2 ) : 24
= Rp 107.478,00
Angsuran pinjaman bulan 1
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah
Rp 1.000.000,00 + 107.478,00 = Rp 1.107.478,00
Angsuran pinjaman bulan 2
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 2 adalah
Rp 1.000.000,00 + 107.478,00 = Rp 1.107.478,00
http://lailastudent.blogspot.com/2010/11/pengertian-bunga-bank.html
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B7E418EC-FE5B-49F3-95DC-0F9980F76942/1481/MemahamiBungaKredit.pdf
http://inuboa.wordpress.com/
http://dimas7991.ngeblogs.com/konsep-konsep-biaya-produksi/
denny setiawan
Senin, 10 Oktober 2011
Jumat, 03 Juni 2011
langkah - langkah memposting tugas softskill ke blog
langkah - langkah memposting tugas softskill ke blog
pertama - tama kita menyalakan komputer setelah itu hubugkan komputer atau laptop kita ke internet , kemudian cari tugas bahan materinya yang disuruh, kemudian setelah mendapat materi yang kita inginkan kita ambil apabila dokumen berbentuk format PDF kita terlebih dahulu mengubahnya ke format word(dokumen). setelah kita mengubahnya lalu kita edit dari bahan materi itu kita edit kosa kata yang dianggap penulisan katanya menggunakan EYD.
setelah itu dokumen yang telah kita edit, kita masuk ke blog kita masukan user dan passwornya masuk ke entri baru kita copy dokumen ke halaman yang kosong, lalu terbitkan entri lalu lihat entri, kemudian kita buat tab yang baru kita masuk ke studentsite gunadarma kita log in masukan user dan password kita pilih tugas ug portofolio kita masukan judul, alamat URL, lalu mata kuliah,
setelah itu,alamat URL kita harus mengambilnya dari alamat blog kita, kita copy paste saja,lalu submit. tugas pun selesai, jangan lupa untuk log out setelah selesai semuanya,.,.
pertama - tama kita menyalakan komputer setelah itu hubugkan komputer atau laptop kita ke internet , kemudian cari tugas bahan materinya yang disuruh, kemudian setelah mendapat materi yang kita inginkan kita ambil apabila dokumen berbentuk format PDF kita terlebih dahulu mengubahnya ke format word(dokumen). setelah kita mengubahnya lalu kita edit dari bahan materi itu kita edit kosa kata yang dianggap penulisan katanya menggunakan EYD.
setelah itu dokumen yang telah kita edit, kita masuk ke blog kita masukan user dan passwornya masuk ke entri baru kita copy dokumen ke halaman yang kosong, lalu terbitkan entri lalu lihat entri, kemudian kita buat tab yang baru kita masuk ke studentsite gunadarma kita log in masukan user dan password kita pilih tugas ug portofolio kita masukan judul, alamat URL, lalu mata kuliah,
setelah itu,alamat URL kita harus mengambilnya dari alamat blog kita, kita copy paste saja,lalu submit. tugas pun selesai, jangan lupa untuk log out setelah selesai semuanya,.,.
karakteristik mahasiswa yang bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara
PENDAHULUAN
Kebijakan pendidikan tinggi dengan paradigma baru menunjukan adanya perubahan pengelolaan PT yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik, sehingga walaupun PT dindonesia mempunyai latar belakang dan visi dan misi,perorganisasian dan model kepemimpinan yang berbeda satu sama lain namun tetap terikat pada satu tujuan yaitu membentuk perguruan tinggi yang sehat ,sehingga mampu berkontribusi pada daya saing bangsa ( Higher Long Term Strategy – HELTS 2003 -2010 ) Sehubungan dengan itu maka PT memegang peran yang penting dalam mengembangkan mahasiswa sebagai asset bangsa yang pada hakekatnya membentuk :
1. Pengembangan kemampuan intelektual,keseimbangan emosi, penghayatan spiritual mahasiswa,agar menjadi warga Negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa.
2. Pengembangan mahasiswa sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat madani ( civil society ) yang demokratis berkeadilan dan berbasis pada partisipasi public
3. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan dan aktualisasi diri mahasiswa baik yang menyangkut aspek jasmani maupun rohani
Berbicara masalah mahasiswa tentunya tidak akan terlepas dengan gerakan kemahasiswaan, dan membicarakan gerakan kemahasiswaan tentunya tidak lepas dari sejarah pergerakan kemahasiswaan Indonesia.
Sebuah gerakan mahasiswa tidak akan lahir dalam situasi vakum. Dinamisasi merupakan syarat yang tak bisa dihindarkan ketika mahasiswa menuntut kembali peran politiknya dalam interaksi politik nasional.
Di Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya. Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahsiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-2004.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabinet pemerintahan ORBA.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1972
Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Dan Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional, catat saja tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1980 an
Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1990 an
Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane nya perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat “over”, bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah tok.
Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Kristen Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung
bukan hal mudah. Puing-puing gerakan mahasiswa sebelumnya masih membayang-bayangi. Adalah satu keberanian menggulirkan diskursus gerakan mahasiswa 1990-an di tengah kehancuran politik mahasiswa. Bahkan istilah gerakan mahasiswa1990-an adalah nama yang mendahului sejarah. Seringkali angka-angka 1908,1928, 1945, 1966, 1974, 1978, lahir setelah terjadi, post factum. Angka-angka itu pun erat kaitannya dengan sebuah momentum. Bisakah gerakan mahasiswa 1990-an menciptakan momentum ketimbang menunggu momentum, karena memang momentum tidak akan datang dari langit. Kare nanya agenda gerakan mahasiswa 1990-an haruslah menghela sejarah, bukan menunggu masa krisis maupun momentum yang dihela oleh elit-elit politik yang bertikai.
Di samping pesimisme itu ada faktor eksternal dan internal yang mendukung optimisme. Faktor eksternal adalah faktor di luar dunia kemahasiswaan atau gerakan mahasiswa yaitu perubahan cuaca politik. Cuaca politik di era1990-an mengalami kemajuan terutama dengan dibukanya keran keterbukaan oleh pemerintah, meskipun belum pada tahap yang diharapkan. Kuatnya isu demokrasi dan hak asasi manusia di dunia internasional telah membawa perhatian pemerintah untuk lebih arif menyelesaikan persoalan-persoalan pemerintah dengan rakyat seperti kasus tanah, upah buruh, monopoli, dan seterusnya. Terjadi pula perubahan power block, blok kekuasaan, dalam konstalasi pemerintahan Orde Baru. Arief Budiman menyebut ini sebagai realiansi, dari Soeharto-Katolik-CSIS-Ali Murtopo ke Soeharto-Islam-ICMI-Habibie yang dipicu UU Peradilan Agama tahun 1989. Berturut-turut Islam, yang selama dua dekade Orde Baru ditempatkan sebagai ekstrem kanan, mendapat akomodasi politik seperti dengan kehadiran ICMI, CIDES, BMI, penghapusan pelarangan jilbab, penghapusan SDSB, dan seterusnya. Meskipun akomodasi politik Islam ini masih bersifat artifisial, namun ia telah membawa kegairahan baru di kalangan umat Islam yang selama ini marjinal dalam politik Indonesia. Hal ini merupakan harapan baru bagi upaya demokratisasi di Indonesia. Tanpa keterlibatan mayoritas, tidak mungkin tercipta demokrasi di Indonesia. Karenanya Islam di Indonesia harus mendorong demokratisasi. Ini merupakan suatu revolution from above yang menjadi blessing in disguise bagi demokratisasi di Indonesia.
Faktor internal adalah faktor dalam dunia kemahasiswaan sendiri. Perlahan-lahan, kesadaran politik mahasiswa mulai kembali meskipun belum pada derajat memahami politik itu. Kepedulian terhadap nasib rakyat yang tertindas masih hadir dan makin hidup. Hal ini tecermin dalam banyak kasus seperti pembelaan terhadap kasus tanah, upah buruh, dan seterusnya. Meskipun pembelaan itu masih dalam kerangka “reaktif” namun masih ada harapan.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.
Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, di diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda REFORMASI nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun ! politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto.
Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa
Lembaga kemahasiswaan SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi) merupakan bagian penting dari fenomena 1990-an. Berlakunya SMPT ini berdasarkan SK Mendikbud Fuad Hassan No. 0457/U/1990 sekaligus mengakhiri NKK/BKK. Walau demikian dampak buruk NKK/BKK dalam aktivitas kemahasiswaan masih tampakjelas hingga kini. Ketika itu Fuad menegaskan bahwa pembentukan senat pada fakultas dan universitas tidak ada kaitannya dengan DM (Dewan Mahasiswa)yang telah diberangus.
Semula beberapa perguruan tinggi menolak konsep SMPT ini termasuk Forum Komunikasi SM-BPM Universitas Indonesia. Berikut adalah sejumlah alasan penolakan terhadap SMPT. Pertama, SMPT tidak mengakar ke mahasiswa umumnya,tidak populis. Kedua, hubungan SMPT dengan lembaga-lembaga mahasiswa lain seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hanya bersifat koordinatif sehingga suara tidak menyatu, mudah terpecah belah. Ketiga, adanya peluang menjadikan SMPT sebagai wadah permainan elit mahasiswa belaka. Keempat, tidak diakuinya fungsi legislatif mahasiswa yang seharusnya menjalankan fungsi kontrolterhadap eksekutif. Kelima, SMPT tidak mandiri, tidak otonom, dan tidak independen karena berada di bawah kekuasaan rektorat yang berhak ikut campur dalam persoalan SMPT. SMPT dianggap sebagai upaya kooptasi birokrat kampus. Sebagian lagi menilai SMPT adalah perpanjangan NKK/BKK yang berubah bentuk. Keenam, ada pula yang menilai SMPT harus ditolak karena pemberian piha klain, bukan dari mahasiswa untuk mahasiswa.
Sejumlah alasan tersebut telah diungkapkan pada awal tahun 1990-an. Dari sinilah aktivis mahasiswa intra kampus terbelah kembali. Namun, sebagian besar kampus-kampus di Indonesia akhirnya menerima SMPT dengan beberapacatatan. Alasan utama penerimaan SMPT itu adalah adanya celah dalam pasal 16ayat 2 dari SK Mendikbud yang menyatakan bahwa petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi. Dengan modal ini, aturan main SMPT ditentukan oleh institusi perguruan tinggi masing-masing. Aktivis intrakampus akhirnya bermain diantara celah-celah yang hasilnya dapat dilihat dengan keberadaan SMPT dewasa ini. SMPT-SMPT itu menjadi beragam strukturnya. SM UGM, misalnya, mempunyai kongres yang membawahi SMPT, UKM dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) secara sejajar. Ada mekanisme legislatif-eksekutif. SM UI mengambil celah melalui pemisahan tugas antara Ketua Umum SMPT, yang bertindak sebagai legislatif, dan Ketua Harian SMPT,sebagai eksekutif. Pola pemilihan di SM UI mengalami berbagai perubahan.Dalam usianya yang masih muda itu, tampaklah SMPT mulai kelihatan berperan dalam berbagai isu lokal maupun nasional. SM UGM yang memajukan soal lembaga kepresidenan, SM UI yang mengusulkan rancangan GBHN adalah contoh gerakan yang strategis dilakukan SMPT pada awal berdirinya. SMPT-SMPT juga mengedepankan persoalan korupsi dan kolusi, mengajukan proposal perlunyapembatasan monopoli dan seterusnya.
Perlu diakui, ada beberapa kesulitan untuk membawa nama SMPT dalam melakukan gerakan. Untuk melakukan dialog, mimbar bebas di kampus, atau membuat pernyataan tampaknya masih memungkinkan dilakukan. Tetapi melakukan unjuk rasa dengan membawa SMPT agaknya masih riskan. Inilah yang dialami SM UI beberapa waktu lalu ketika berdemonstrasi SDSB membawa nama SMPT. Pihak rektorat dengan tegas menyatakan tindakan itu bersalah karena tidak ada izin pimpinan untuk membawa nama almamater, meskipun yang dibawa adalah nama SM, bukan universitas secara keseluruhan. Untuk unjuk rasa membawa nama almamater harus ada izin, dan tentu saja tidak akan mendapat izin. SM UIakhirnya mendapat peringatan terakhir dari rektorat secara sepihak. Dalam argumentasi rektorat, cara-cara dan prosedur birokrasi lebih pentingketimbang substansi yang dibawakan. Sehingga bagi SMPT, perjuangan demokratisasi kampus agaknya akan mengalami masa-masa yang berat. Hal ini bisa dipahami karena membawa nama lembaga formal melawan lembaga pemerintah,misalnya, akan meminta konsekuensi politis tertentu. Bagi pemerintah ini adalah trauma dewan mahasiswa di tahun 1970-an. Gerakan yang lahir dari tubuh institusi formal, organisasi intra kampus, jauh lebih berbahaya ketimbang komite-komite aksi yang insidental dan sporadis.
Pada akhir tahun 1994 setelah Kongres IV mahasiswa UGM muncul Dewan Mahasiswa (DM) yang dianggap sebagai alternatif SMPT. Nama “DM” dipinjam dari Dewan Mahasiswa yang ada pada 1970-an, yang dibekukan tahun 1978. Upaya sosialisasi DM dilakukan di berbagai kota agar terwujud DM-DM di kota lain.Aktivis DM mengemukakan gagasan-gagasan dan kritik-kritik tajam terhadap SMPT yang sebagian besar teah disadari oleh aktivis SMPT ketika menerima SMPT. DM mendefinisikan dirinya sebagai antitesa terhadap kelemahan-kelemahan SMPT. Pertama, DM mengkleim mempunyai basis massa dan memang dikehendaki oleh mahasiswa, tidak seperti SMPT yang elitis dan menggantung ke atas. Kedua, lembaga DM mempunyai otonomi penuh, independensi yang tidak bisa dicampuri rektorat, tidak seperti SMPT yang bertanggungjawab pada rektorat. Hubungan DM bersifat sejajar dengan rektorat. Dan seterusnya.
Visi dan Misi
Visi
Mahasiswa Indonesia Cerdas dan Kompetitif
Misi
1. Meningkatkan kualitas keimanan,ketaqwaan, moral mahasiswa
2. Mengembangkan kapabilitas intelektual mahasiswa
3. Mengembangkan mahasiswa untuk berfikir Kritis,santun,bermoral yang berlandaskan pada kaidah hokum dan norma akademik
4. Menanamkan rasa nasionalisme yang konstruktif sebagai warga Negara Indonesia dalam wadah NKRI
5. Menumbuhkembangkan kreativitas dan semangat kewirausahaan untuk meningkatkan daya saing bangsa
6. mengembangkan idealisme dan suasana demokratis dalam kehidupan kemahasiswaan
7. Meningkatkan kualitas kepemimpinan mahasiswa
8. Meningkatkan kualitas lembaga kemahasiswaan dengan berorientasi pada profesionalisme
Sasaran Pengembangan
A. Citra Mahasiswa sebagai warga Masyarakat Akademik ( Civitas Academica)
Sebagian besar mahasiswa masih belum mencerminkan sikap sebagai insan akademis yaitu memahami etika,tatacara berkomunikasi,penggunaan nalar dalam bertindak,pemahaman terhadap hak tanggung jawab dan kewajibanya sebagaimana yang diharapkan baik sebagai bagian dari masyarakat kampus,maupun sebagai warga negara Indonesia.Dalam menanggapi berbagai peristiwa social baik di tingkat local maupun Nasional mahasiswa selayaknya berperan sebagai warga masyarakat akademik,sehingga citranya mantap sebagai komponen civitas akademika, mahasiswa hendakanya lebih tampil sebagai kekuatan moral ( Moral force) yang menyuarakan hati nurani masyarakat ( social conscience ) citra ini yang perlu dikukuhkan oleh perilaku mahasiswa umumnya bukan sekedar citra sebagai demonstran yang menyuarakan sikap tidak setuju atau menentang tanpa menawarkan alternatif pemecahan.
Sebagai akibat dari globalisasi para mahasiswa perlu dibekali kemampuan menganalisis dan mengantisipasi perubahan yang terjadi ini melalui berbagai forum akademik seperti pelatihan,lokakarya,( workshop ) ataupun seminar-seminar,melalui kegiatan ini diatas tadi diharapakan terjadi pengayaan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia serta diharapkan peningkatan ketajaman analisis mahasiswa terhadap persolaan yang dihadapi oleh bangsa ini.
\
http://meyury.wordpress.com/2009/01/29/%E2%80%9C-peran-dan-fungsi-organisasi-mahasiswa-dalam-membentuk-karakter-pribadi-yang-unggul-dan-kompetitif-%E2%80%9C/
Kebijakan pendidikan tinggi dengan paradigma baru menunjukan adanya perubahan pengelolaan PT yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik, sehingga walaupun PT dindonesia mempunyai latar belakang dan visi dan misi,perorganisasian dan model kepemimpinan yang berbeda satu sama lain namun tetap terikat pada satu tujuan yaitu membentuk perguruan tinggi yang sehat ,sehingga mampu berkontribusi pada daya saing bangsa ( Higher Long Term Strategy – HELTS 2003 -2010 ) Sehubungan dengan itu maka PT memegang peran yang penting dalam mengembangkan mahasiswa sebagai asset bangsa yang pada hakekatnya membentuk :
1. Pengembangan kemampuan intelektual,keseimbangan emosi, penghayatan spiritual mahasiswa,agar menjadi warga Negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa.
2. Pengembangan mahasiswa sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat madani ( civil society ) yang demokratis berkeadilan dan berbasis pada partisipasi public
3. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan dan aktualisasi diri mahasiswa baik yang menyangkut aspek jasmani maupun rohani
Berbicara masalah mahasiswa tentunya tidak akan terlepas dengan gerakan kemahasiswaan, dan membicarakan gerakan kemahasiswaan tentunya tidak lepas dari sejarah pergerakan kemahasiswaan Indonesia.
Sebuah gerakan mahasiswa tidak akan lahir dalam situasi vakum. Dinamisasi merupakan syarat yang tak bisa dihindarkan ketika mahasiswa menuntut kembali peran politiknya dalam interaksi politik nasional.
Di Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya. Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahsiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-2004.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabinet pemerintahan ORBA.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1972
Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Dan Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional, catat saja tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1980 an
Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1990 an
Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane nya perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat “over”, bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah tok.
Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Kristen Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung
bukan hal mudah. Puing-puing gerakan mahasiswa sebelumnya masih membayang-bayangi. Adalah satu keberanian menggulirkan diskursus gerakan mahasiswa 1990-an di tengah kehancuran politik mahasiswa. Bahkan istilah gerakan mahasiswa1990-an adalah nama yang mendahului sejarah. Seringkali angka-angka 1908,1928, 1945, 1966, 1974, 1978, lahir setelah terjadi, post factum. Angka-angka itu pun erat kaitannya dengan sebuah momentum. Bisakah gerakan mahasiswa 1990-an menciptakan momentum ketimbang menunggu momentum, karena memang momentum tidak akan datang dari langit. Kare nanya agenda gerakan mahasiswa 1990-an haruslah menghela sejarah, bukan menunggu masa krisis maupun momentum yang dihela oleh elit-elit politik yang bertikai.
Di samping pesimisme itu ada faktor eksternal dan internal yang mendukung optimisme. Faktor eksternal adalah faktor di luar dunia kemahasiswaan atau gerakan mahasiswa yaitu perubahan cuaca politik. Cuaca politik di era1990-an mengalami kemajuan terutama dengan dibukanya keran keterbukaan oleh pemerintah, meskipun belum pada tahap yang diharapkan. Kuatnya isu demokrasi dan hak asasi manusia di dunia internasional telah membawa perhatian pemerintah untuk lebih arif menyelesaikan persoalan-persoalan pemerintah dengan rakyat seperti kasus tanah, upah buruh, monopoli, dan seterusnya. Terjadi pula perubahan power block, blok kekuasaan, dalam konstalasi pemerintahan Orde Baru. Arief Budiman menyebut ini sebagai realiansi, dari Soeharto-Katolik-CSIS-Ali Murtopo ke Soeharto-Islam-ICMI-Habibie yang dipicu UU Peradilan Agama tahun 1989. Berturut-turut Islam, yang selama dua dekade Orde Baru ditempatkan sebagai ekstrem kanan, mendapat akomodasi politik seperti dengan kehadiran ICMI, CIDES, BMI, penghapusan pelarangan jilbab, penghapusan SDSB, dan seterusnya. Meskipun akomodasi politik Islam ini masih bersifat artifisial, namun ia telah membawa kegairahan baru di kalangan umat Islam yang selama ini marjinal dalam politik Indonesia. Hal ini merupakan harapan baru bagi upaya demokratisasi di Indonesia. Tanpa keterlibatan mayoritas, tidak mungkin tercipta demokrasi di Indonesia. Karenanya Islam di Indonesia harus mendorong demokratisasi. Ini merupakan suatu revolution from above yang menjadi blessing in disguise bagi demokratisasi di Indonesia.
Faktor internal adalah faktor dalam dunia kemahasiswaan sendiri. Perlahan-lahan, kesadaran politik mahasiswa mulai kembali meskipun belum pada derajat memahami politik itu. Kepedulian terhadap nasib rakyat yang tertindas masih hadir dan makin hidup. Hal ini tecermin dalam banyak kasus seperti pembelaan terhadap kasus tanah, upah buruh, dan seterusnya. Meskipun pembelaan itu masih dalam kerangka “reaktif” namun masih ada harapan.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.
Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, di diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda REFORMASI nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun ! politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto.
Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa
Lembaga kemahasiswaan SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi) merupakan bagian penting dari fenomena 1990-an. Berlakunya SMPT ini berdasarkan SK Mendikbud Fuad Hassan No. 0457/U/1990 sekaligus mengakhiri NKK/BKK. Walau demikian dampak buruk NKK/BKK dalam aktivitas kemahasiswaan masih tampakjelas hingga kini. Ketika itu Fuad menegaskan bahwa pembentukan senat pada fakultas dan universitas tidak ada kaitannya dengan DM (Dewan Mahasiswa)yang telah diberangus.
Semula beberapa perguruan tinggi menolak konsep SMPT ini termasuk Forum Komunikasi SM-BPM Universitas Indonesia. Berikut adalah sejumlah alasan penolakan terhadap SMPT. Pertama, SMPT tidak mengakar ke mahasiswa umumnya,tidak populis. Kedua, hubungan SMPT dengan lembaga-lembaga mahasiswa lain seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hanya bersifat koordinatif sehingga suara tidak menyatu, mudah terpecah belah. Ketiga, adanya peluang menjadikan SMPT sebagai wadah permainan elit mahasiswa belaka. Keempat, tidak diakuinya fungsi legislatif mahasiswa yang seharusnya menjalankan fungsi kontrolterhadap eksekutif. Kelima, SMPT tidak mandiri, tidak otonom, dan tidak independen karena berada di bawah kekuasaan rektorat yang berhak ikut campur dalam persoalan SMPT. SMPT dianggap sebagai upaya kooptasi birokrat kampus. Sebagian lagi menilai SMPT adalah perpanjangan NKK/BKK yang berubah bentuk. Keenam, ada pula yang menilai SMPT harus ditolak karena pemberian piha klain, bukan dari mahasiswa untuk mahasiswa.
Sejumlah alasan tersebut telah diungkapkan pada awal tahun 1990-an. Dari sinilah aktivis mahasiswa intra kampus terbelah kembali. Namun, sebagian besar kampus-kampus di Indonesia akhirnya menerima SMPT dengan beberapacatatan. Alasan utama penerimaan SMPT itu adalah adanya celah dalam pasal 16ayat 2 dari SK Mendikbud yang menyatakan bahwa petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi. Dengan modal ini, aturan main SMPT ditentukan oleh institusi perguruan tinggi masing-masing. Aktivis intrakampus akhirnya bermain diantara celah-celah yang hasilnya dapat dilihat dengan keberadaan SMPT dewasa ini. SMPT-SMPT itu menjadi beragam strukturnya. SM UGM, misalnya, mempunyai kongres yang membawahi SMPT, UKM dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) secara sejajar. Ada mekanisme legislatif-eksekutif. SM UI mengambil celah melalui pemisahan tugas antara Ketua Umum SMPT, yang bertindak sebagai legislatif, dan Ketua Harian SMPT,sebagai eksekutif. Pola pemilihan di SM UI mengalami berbagai perubahan.Dalam usianya yang masih muda itu, tampaklah SMPT mulai kelihatan berperan dalam berbagai isu lokal maupun nasional. SM UGM yang memajukan soal lembaga kepresidenan, SM UI yang mengusulkan rancangan GBHN adalah contoh gerakan yang strategis dilakukan SMPT pada awal berdirinya. SMPT-SMPT juga mengedepankan persoalan korupsi dan kolusi, mengajukan proposal perlunyapembatasan monopoli dan seterusnya.
Perlu diakui, ada beberapa kesulitan untuk membawa nama SMPT dalam melakukan gerakan. Untuk melakukan dialog, mimbar bebas di kampus, atau membuat pernyataan tampaknya masih memungkinkan dilakukan. Tetapi melakukan unjuk rasa dengan membawa SMPT agaknya masih riskan. Inilah yang dialami SM UI beberapa waktu lalu ketika berdemonstrasi SDSB membawa nama SMPT. Pihak rektorat dengan tegas menyatakan tindakan itu bersalah karena tidak ada izin pimpinan untuk membawa nama almamater, meskipun yang dibawa adalah nama SM, bukan universitas secara keseluruhan. Untuk unjuk rasa membawa nama almamater harus ada izin, dan tentu saja tidak akan mendapat izin. SM UIakhirnya mendapat peringatan terakhir dari rektorat secara sepihak. Dalam argumentasi rektorat, cara-cara dan prosedur birokrasi lebih pentingketimbang substansi yang dibawakan. Sehingga bagi SMPT, perjuangan demokratisasi kampus agaknya akan mengalami masa-masa yang berat. Hal ini bisa dipahami karena membawa nama lembaga formal melawan lembaga pemerintah,misalnya, akan meminta konsekuensi politis tertentu. Bagi pemerintah ini adalah trauma dewan mahasiswa di tahun 1970-an. Gerakan yang lahir dari tubuh institusi formal, organisasi intra kampus, jauh lebih berbahaya ketimbang komite-komite aksi yang insidental dan sporadis.
Pada akhir tahun 1994 setelah Kongres IV mahasiswa UGM muncul Dewan Mahasiswa (DM) yang dianggap sebagai alternatif SMPT. Nama “DM” dipinjam dari Dewan Mahasiswa yang ada pada 1970-an, yang dibekukan tahun 1978. Upaya sosialisasi DM dilakukan di berbagai kota agar terwujud DM-DM di kota lain.Aktivis DM mengemukakan gagasan-gagasan dan kritik-kritik tajam terhadap SMPT yang sebagian besar teah disadari oleh aktivis SMPT ketika menerima SMPT. DM mendefinisikan dirinya sebagai antitesa terhadap kelemahan-kelemahan SMPT. Pertama, DM mengkleim mempunyai basis massa dan memang dikehendaki oleh mahasiswa, tidak seperti SMPT yang elitis dan menggantung ke atas. Kedua, lembaga DM mempunyai otonomi penuh, independensi yang tidak bisa dicampuri rektorat, tidak seperti SMPT yang bertanggungjawab pada rektorat. Hubungan DM bersifat sejajar dengan rektorat. Dan seterusnya.
Visi dan Misi
Visi
Mahasiswa Indonesia Cerdas dan Kompetitif
Misi
1. Meningkatkan kualitas keimanan,ketaqwaan, moral mahasiswa
2. Mengembangkan kapabilitas intelektual mahasiswa
3. Mengembangkan mahasiswa untuk berfikir Kritis,santun,bermoral yang berlandaskan pada kaidah hokum dan norma akademik
4. Menanamkan rasa nasionalisme yang konstruktif sebagai warga Negara Indonesia dalam wadah NKRI
5. Menumbuhkembangkan kreativitas dan semangat kewirausahaan untuk meningkatkan daya saing bangsa
6. mengembangkan idealisme dan suasana demokratis dalam kehidupan kemahasiswaan
7. Meningkatkan kualitas kepemimpinan mahasiswa
8. Meningkatkan kualitas lembaga kemahasiswaan dengan berorientasi pada profesionalisme
Sasaran Pengembangan
A. Citra Mahasiswa sebagai warga Masyarakat Akademik ( Civitas Academica)
Sebagian besar mahasiswa masih belum mencerminkan sikap sebagai insan akademis yaitu memahami etika,tatacara berkomunikasi,penggunaan nalar dalam bertindak,pemahaman terhadap hak tanggung jawab dan kewajibanya sebagaimana yang diharapkan baik sebagai bagian dari masyarakat kampus,maupun sebagai warga negara Indonesia.Dalam menanggapi berbagai peristiwa social baik di tingkat local maupun Nasional mahasiswa selayaknya berperan sebagai warga masyarakat akademik,sehingga citranya mantap sebagai komponen civitas akademika, mahasiswa hendakanya lebih tampil sebagai kekuatan moral ( Moral force) yang menyuarakan hati nurani masyarakat ( social conscience ) citra ini yang perlu dikukuhkan oleh perilaku mahasiswa umumnya bukan sekedar citra sebagai demonstran yang menyuarakan sikap tidak setuju atau menentang tanpa menawarkan alternatif pemecahan.
Sebagai akibat dari globalisasi para mahasiswa perlu dibekali kemampuan menganalisis dan mengantisipasi perubahan yang terjadi ini melalui berbagai forum akademik seperti pelatihan,lokakarya,( workshop ) ataupun seminar-seminar,melalui kegiatan ini diatas tadi diharapakan terjadi pengayaan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia serta diharapkan peningkatan ketajaman analisis mahasiswa terhadap persolaan yang dihadapi oleh bangsa ini.
\
http://meyury.wordpress.com/2009/01/29/%E2%80%9C-peran-dan-fungsi-organisasi-mahasiswa-dalam-membentuk-karakter-pribadi-yang-unggul-dan-kompetitif-%E2%80%9C/
Kamis, 02 Juni 2011
KARAKTERISTIK WARGA NEGARA YANG BERTANGGUNG JAWAB
1. Dalam Lingkungan Keluarga
Pelaksanaan hak asasi dalam keluarga dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan seperti berikut:
a. Berbicara dengan kata-kata yang baik untuk menghormati Ibu, Bapak dan Saudara yang lebih tua.
b. Menjaga nama baik keluarga.
c. Mengakui dan menghormati pendapat orang tua atau kakak, sebaliknya orangtua juga harus berlapang dada mendengarkan pendapat anaknya.
d. Memperlakukan pembantu rumah tangga sesuai dengan hak dan kewajibannya.
2. Dalam Lingkungan Sekolah.
a. Mematuhi tata tertib yang berlaku.
b. Setiap warga sekolah harus saling menghormati dan menghargai serta bertanggung jawab terhadap sekolah.
3. Di Lingkungan Masyarakat, Bangsa dan Negara
a. Rela berkorban demi kepentingan umum.
b. Pemerintah mau mengganti rugi sesuai dengan ketentuan.
c. Mengakui dan menghargai pendapat bersama yang dirumuskan dan disetujui dalam musyawarah.
d. Mengakui dan menghargai keberhasilan yang dicapai orang lain.
4. Di dalam Lingkungan Internasional
Dalam rangka menegakkan hak asasi kerjasama dengan bangsa bangsa lain harus dilandasi sikap saling menghormati dan tidak mencampuri urusan negara. Suatu negara tidak dapat memaksakan kehendaknya pada negara lain dan menuntut pelaksanaannya di negara lain tersebut, karena sikap negara mempunyai pedoman sendiri sesuai dengan dasar palsafah negaranya
http://e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Modul%20Online/view&id=57&uniq=1790
Pelaksanaan hak asasi dalam keluarga dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan seperti berikut:
a. Berbicara dengan kata-kata yang baik untuk menghormati Ibu, Bapak dan Saudara yang lebih tua.
b. Menjaga nama baik keluarga.
c. Mengakui dan menghormati pendapat orang tua atau kakak, sebaliknya orangtua juga harus berlapang dada mendengarkan pendapat anaknya.
d. Memperlakukan pembantu rumah tangga sesuai dengan hak dan kewajibannya.
2. Dalam Lingkungan Sekolah.
a. Mematuhi tata tertib yang berlaku.
b. Setiap warga sekolah harus saling menghormati dan menghargai serta bertanggung jawab terhadap sekolah.
3. Di Lingkungan Masyarakat, Bangsa dan Negara
a. Rela berkorban demi kepentingan umum.
b. Pemerintah mau mengganti rugi sesuai dengan ketentuan.
c. Mengakui dan menghargai pendapat bersama yang dirumuskan dan disetujui dalam musyawarah.
d. Mengakui dan menghargai keberhasilan yang dicapai orang lain.
4. Di dalam Lingkungan Internasional
Dalam rangka menegakkan hak asasi kerjasama dengan bangsa bangsa lain harus dilandasi sikap saling menghormati dan tidak mencampuri urusan negara. Suatu negara tidak dapat memaksakan kehendaknya pada negara lain dan menuntut pelaksanaannya di negara lain tersebut, karena sikap negara mempunyai pedoman sendiri sesuai dengan dasar palsafah negaranya
http://e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Modul%20Online/view&id=57&uniq=1790
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Antonio Rosmini, dalam “The Philosophy of Right, Rights in Civil Society” (1996: 28-50) yang dikutip Mufid, menyebutkan pada masyarakat madani terdapat sepuluh ciri yang menjadi karakteristik masyarakat tersebut, yaitu: Universalitas, supermasi, keabadian, dan pemerataan kekuatan (prevalence of force) adalah empat ciri yang pertama. Ciri yang kelima, ditandai dengan "kebaikan dari dan untuk bersama". Ciri ini bisa terwujud jika setiap anggota masyarakat memiliki akses pemerataan dalam memanfaatkan kesempatan (the tendency to equalize the share of utility). Keenam, jika masyarakat madani "ditujukan untuk meraih kebajikan umum" (the common good), kujuan akhir memang kebajikan publik (the public good). Ketujuh, sebagai "perimbangan kebijakan umum", masyarakat madani juga memperhatikan kebijakan perorangan dengan cara memberikan alokasi kesempatan kepada semua anggotanya meraih kebajikan itu. Kedelapan, masyarakat madani, memerlukan "piranti eksternal" untuk
mewujudkan tujuannya. Piranti eksternal itu adalah masyarakat eksternal. Kesembilan, masyarakat madani bukanlah sebuah kekuatan yang berorientasi pada keuntungan (seigniorial or profit). Masyarakat madani lebih merupakan kekuatan yang justru memberi manfaat (a beneficial power). Kesepuluh, kendati masyarakat madani memberi kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tak berarti bahwa ia harus seragam, sama dan sebangun serta homogin (Mufid, 1999:213). Lebih lanjut, menurut Mufid, menyatakan bahwa masyarakat madani terdiri dari berbagai warga beraneka "warna", bakat dan potensi. Karena itulah, masyarakar madani di sebut sebagai masyarakat "multi-kuota" (a multi quota society). Maka, secara umum sepuluh ciri tersebut sangat idial, sehingga mengesankan seolah tak ada masyarakat seideal itu. Kalau ada, yaitu masyarakat muslim yang langsung dipimpin oleh Nabi SAW yang relatif memenuhi syarat tersebut. Memang, masyarakat seideal masyarakat “madinah” telah diisyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya, "tak ada satupun masyarakat di dunia ini yang sebaik masyarakat atau sebaik-baik masa adalah masaku" (ahsanul qurun qarni) - terlepas dari status sahih dan tidaknya sabda ini, ataupun siapa periwayatnya (Mufid, 1999:213-214). Diakui bahwa masyarakat Madinah yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW merupakan prototype masyarakat idial. Maka, prototype masyarakat madani tersebut, pada era reformasi ini, nampaknya akan upayakan untuk diwujudkan di Indonesia atau dengan kata lain akan ditiru dalam wacana masyarakat Indonesia yang sangat pluralis.
http://www.akalgi.co.cc/2009/08/pengetian-dan-latar-belakang-masyarakt.html
Antonio Rosmini, dalam “The Philosophy of Right, Rights in Civil Society” (1996: 28-50) yang dikutip Mufid, menyebutkan pada masyarakat madani terdapat sepuluh ciri yang menjadi karakteristik masyarakat tersebut, yaitu: Universalitas, supermasi, keabadian, dan pemerataan kekuatan (prevalence of force) adalah empat ciri yang pertama. Ciri yang kelima, ditandai dengan "kebaikan dari dan untuk bersama". Ciri ini bisa terwujud jika setiap anggota masyarakat memiliki akses pemerataan dalam memanfaatkan kesempatan (the tendency to equalize the share of utility). Keenam, jika masyarakat madani "ditujukan untuk meraih kebajikan umum" (the common good), kujuan akhir memang kebajikan publik (the public good). Ketujuh, sebagai "perimbangan kebijakan umum", masyarakat madani juga memperhatikan kebijakan perorangan dengan cara memberikan alokasi kesempatan kepada semua anggotanya meraih kebajikan itu. Kedelapan, masyarakat madani, memerlukan "piranti eksternal" untuk
mewujudkan tujuannya. Piranti eksternal itu adalah masyarakat eksternal. Kesembilan, masyarakat madani bukanlah sebuah kekuatan yang berorientasi pada keuntungan (seigniorial or profit). Masyarakat madani lebih merupakan kekuatan yang justru memberi manfaat (a beneficial power). Kesepuluh, kendati masyarakat madani memberi kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tak berarti bahwa ia harus seragam, sama dan sebangun serta homogin (Mufid, 1999:213). Lebih lanjut, menurut Mufid, menyatakan bahwa masyarakat madani terdiri dari berbagai warga beraneka "warna", bakat dan potensi. Karena itulah, masyarakar madani di sebut sebagai masyarakat "multi-kuota" (a multi quota society). Maka, secara umum sepuluh ciri tersebut sangat idial, sehingga mengesankan seolah tak ada masyarakat seideal itu. Kalau ada, yaitu masyarakat muslim yang langsung dipimpin oleh Nabi SAW yang relatif memenuhi syarat tersebut. Memang, masyarakat seideal masyarakat “madinah” telah diisyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya, "tak ada satupun masyarakat di dunia ini yang sebaik masyarakat atau sebaik-baik masa adalah masaku" (ahsanul qurun qarni) - terlepas dari status sahih dan tidaknya sabda ini, ataupun siapa periwayatnya (Mufid, 1999:213-214). Diakui bahwa masyarakat Madinah yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW merupakan prototype masyarakat idial. Maka, prototype masyarakat madani tersebut, pada era reformasi ini, nampaknya akan upayakan untuk diwujudkan di Indonesia atau dengan kata lain akan ditiru dalam wacana masyarakat Indonesia yang sangat pluralis.
http://www.akalgi.co.cc/2009/08/pengetian-dan-latar-belakang-masyarakt.html
Pengetian Masyarakat Madani
Konsep Masyarakat Madani Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab, "masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani.
Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini mengalami perkembangan pengertian. Kalau Cicero memahaminya identik dengan negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan sosial" (seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompk intelektual) serta organisasi sipil dari semua kelas (seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan) berusaha menyatakan diri mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dan memajukkan pelbagai kepentingan mereka. Secara ideal masyarakat madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara, melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluralisme) (Masykuri Abdillah, 1999:4).
Sedangkan menurut, Komaruddin Hidayat, dalam wacana keislaman di Indonesia, adalah Nurcholish Madjid yang menggelindingkan istilah "masyarakat madani" ini, yang spirit serta visinya terbakukan dalam nama yayasan Paramadinah (terdiri dari kata "para" dan "madinah", dan atau "parama" dan "dina"). Maka, secara "semantik" artinya kira-kira ialah, sebuah agama (dina) yang excellent (paramount) yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban (madani).
Kata madani sepintas orang mendengar asosiasinya dengan kata Madinah, memang demikian karena kata Madani berasal dari dan terjalin erat secara etimologi dan terminologi dengan Madinah yang kemudian menjadi ibukota pertama pemerintahan Muslim. Maka, "Kalangan pemikir muslim mengartikan civil society dengan cara memberi atribut keislaman madani (attributive dari kata al-Madani). Oleh karena itu, civil society dipandang dengan masyarakat madani yang pada masyarakat idial di (kota) Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam masyarakat tersebut Nabi berhasil memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan hukum, jaminan kesejahteraan bagi semua warga, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas. Dengan begitu, kalangan pemikir Muslim menganggap masyarakat (kota) Madinah sebagai prototype masyarakat ideal produk Islam yang dapat dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society"(Thoha Hamim, 1999:4).
Menurut Komaruddin Hidayat, bagi kalangan intelektual Muslim kedua istilah (masyarakat agama dan masyarakat madani) memilki akar normatif dan kesejarahan yang sama, yaitu sebuah masyarakat yang dilandasi norma-norma keagamaan sebagaimana yang diwujudkan Muhammad SAW di Madinah, yang berarti "kota peradaban", yang semula kota itu bernama Yathrib ke Madinah difahami oleh umat Islam sebagai sebuah manifesto konseptual mengenai upaya Rasulullah Muhammad untuk mewujudkan sebuah masyarakat Madani, yang diperhadapkan dengan masyarakat Badawi dan Nomad (Kamaruddin Hidayat, 1999:267). Untuk kondisi Indonesia sekarang, kata Madani dapat diperhadapkan dengan istilah masyarakat Modern. Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa, bentuk masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki "kemandirian aktivitas warga masyarakatnya" yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralisme), dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dengan demikian, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat ideal yang dicita-citakan dan akan diwujudkan di bumi Indonesia, yang masyarakatnya sangat plural. Dari uraian di atas, maka sangat perlu untuk mengetahui ciri masyarakat tersebut.
http://www.akalgi.co.cc/2009/08/pengetian-dan-latar-belakang-masyarakt.html
Konsep Masyarakat Madani Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab, "masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani.
Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini mengalami perkembangan pengertian. Kalau Cicero memahaminya identik dengan negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan sosial" (seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompk intelektual) serta organisasi sipil dari semua kelas (seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan) berusaha menyatakan diri mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dan memajukkan pelbagai kepentingan mereka. Secara ideal masyarakat madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara, melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluralisme) (Masykuri Abdillah, 1999:4).
Sedangkan menurut, Komaruddin Hidayat, dalam wacana keislaman di Indonesia, adalah Nurcholish Madjid yang menggelindingkan istilah "masyarakat madani" ini, yang spirit serta visinya terbakukan dalam nama yayasan Paramadinah (terdiri dari kata "para" dan "madinah", dan atau "parama" dan "dina"). Maka, secara "semantik" artinya kira-kira ialah, sebuah agama (dina) yang excellent (paramount) yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban (madani).
Kata madani sepintas orang mendengar asosiasinya dengan kata Madinah, memang demikian karena kata Madani berasal dari dan terjalin erat secara etimologi dan terminologi dengan Madinah yang kemudian menjadi ibukota pertama pemerintahan Muslim. Maka, "Kalangan pemikir muslim mengartikan civil society dengan cara memberi atribut keislaman madani (attributive dari kata al-Madani). Oleh karena itu, civil society dipandang dengan masyarakat madani yang pada masyarakat idial di (kota) Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam masyarakat tersebut Nabi berhasil memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan hukum, jaminan kesejahteraan bagi semua warga, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas. Dengan begitu, kalangan pemikir Muslim menganggap masyarakat (kota) Madinah sebagai prototype masyarakat ideal produk Islam yang dapat dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society"(Thoha Hamim, 1999:4).
Menurut Komaruddin Hidayat, bagi kalangan intelektual Muslim kedua istilah (masyarakat agama dan masyarakat madani) memilki akar normatif dan kesejarahan yang sama, yaitu sebuah masyarakat yang dilandasi norma-norma keagamaan sebagaimana yang diwujudkan Muhammad SAW di Madinah, yang berarti "kota peradaban", yang semula kota itu bernama Yathrib ke Madinah difahami oleh umat Islam sebagai sebuah manifesto konseptual mengenai upaya Rasulullah Muhammad untuk mewujudkan sebuah masyarakat Madani, yang diperhadapkan dengan masyarakat Badawi dan Nomad (Kamaruddin Hidayat, 1999:267). Untuk kondisi Indonesia sekarang, kata Madani dapat diperhadapkan dengan istilah masyarakat Modern. Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa, bentuk masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki "kemandirian aktivitas warga masyarakatnya" yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralisme), dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dengan demikian, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat ideal yang dicita-citakan dan akan diwujudkan di bumi Indonesia, yang masyarakatnya sangat plural. Dari uraian di atas, maka sangat perlu untuk mengetahui ciri masyarakat tersebut.
http://www.akalgi.co.cc/2009/08/pengetian-dan-latar-belakang-masyarakt.html
latar belakang masyarakat madani
Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluraliseme)" , serta taqwa, jujur, dan taat hokum (Bandingkan dengan Masykuri Abdillah, 1999:4). Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Karena menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".Terobosan pemikiran kembali konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam menuju masyarakat madani sangat diperlukan, karena "pendidikan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia (Conference Book, London, 1978:16-17). Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka masalah yang perlu dicermati dalam pembahasan ini adalah bagaimanakah pendidikan Islam didisain menuju masyarakat madani Indonesia
http://www.akalgi.co.cc/2009/08/pengetian-dan-latar-belakang-masyarakt.html
http://www.akalgi.co.cc/2009/08/pengetian-dan-latar-belakang-masyarakt.html
Langganan:
Postingan (Atom)